Semacam Jurnal - Bismilahirrahmanirrahim, kembali lagi dengan konten tulisan hukum perkawinan Islam dan sebelumnya kita sudah membahas studi kasus hukum daripada pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang belum memasuki usia yang sudah ditentukan oleh UU, bagi yang belum membacanya bisa klik di sini.
Sekarang kita lanjut ke studi kasus baru yaitu bagaimana hukum nikah beda agama dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Mari kita simak bersama-sama.
Ilustrasi |
- Nikah Beda Agama dalam Pandangan Hukum Islam
Pernikahan beda agama dalam hukum Islam sendiri sudah jelas terdapat dalam Qs. Al-Baqarah: 21,
لَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
Berdasarkan ayat di atas, Allah SWT. Secara jelas dan gambling melarang praktik nikah beda agama. Perlu diketahui bahwa larangan ini sama dengan haram, karena pokok asal daripada larangan adalah haram maka dari itu al-Qur’an sebagai firman-Nya jelas melarang pernikahan yang dilakukan antara dua belah pihak baik laki-laki maupun perempuan yang berbeda keyakinan. Merujuk kepada pandangan Islam, pernikahan beda agama Ketika menjalani kehidupan pasca pernikahan tidak akan terwujud daripada tujuan pernikahan itu karena adanya perbedaan yang sangat berbeda yaitu sisi keyakinan. Dapat dipastikan jika terdapat perbedaan masalah keyakinan akan berdampak terhadap beberapa aspek kehidupan dalam lingkungan keluarga seperti, dalam hal pelaksanaan ibadah, Pendidikan terhadap anak, aturan dalam makanan, bahkan terhadap pembinaan rohani atau keagamaan itu sendiri.
Baca juga: Mengenal Hukum Perkawinan Islam
Kemudian berdasarkan pendapat ulama-ulama madzhab, menurut Imam Hanafi bahwa prkatik pernikahan beda agama atau pernikahan antara pria muslim dan Wanita non muslim hukumnya adalah haram mutlak. Menurut salah satu pendapat Imam Maliki bahwa hukum daripada menikahi Wanita non muslim yang tunduk kepada hukum Islam adalah makruh, akan tetapi Imam Maliki memiliki kekhawatiran si Istri tersebut dapat mempengaruhi anak-anaknya yang kemudian akan meninggalkan agama dari bapaknya maka terdapat hukumnya haram. Kemudian menurut pendapat Imam Syafi’i bahw amenikah Wanita non muslim itu haram. Dan terakhir menurut Imam Hambali bahwa menikahi atau melakukan prkatik nikah beda agama itu haram. Akan tetapi terdapat beberapa pengecuaalian bagi Imam madzhab tersebut sesuai dalam al-Qur’an terdapat Wanita-wanita yang boleh dinikahi salah satunya ahli kitab. Secara keseluruhan dapat diambil benang merah bahwa hukum pernikahan beda agama menurut ulama madzhab adalah haram.
Ilustrasi |
- Nikah Beda Agama dalam Hukum Positif
Di Indonesia sendiri, praktik nikah beda agama ini sudah menjadi polemic sejak dari lama dan hingga berlarut-larut tanpa adanya kejelasan yang signifikan. Merujuk kepada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang peraturan dalam perkawinan secara gambalang dijelaskan di dalamnya, akan tetapi masih banyak kekurangan dalam implementasinya. Katakanlah nikah beda agama yang cukup sering dilakukan oleh beberapa pasangan. Padahal praktik nikah beda agama belum diatur secara rinci dan tegas di dalam Undang-undang tersebut. Hal ini pula menandakan bahwa hukum yang berlaku belum sepenuhnya dapat masyarakata lakukan.
Di dalam Undang-undang No. 1 Thaun 1974 tentang perkawinan, secra tegas sistemnya tidak diatur bahkan tidak adanya hukum yang mengatur adanya pernikahan beda agama. Akan tetapi dalam undang-undang tersebut hanyalah mengatur praktik pernikahan beda kewarganegaraan saja. Menurut UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 1 menyatakan “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (1) berbunyi: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu.” Dalam rumusan pasal 2 ayat (1) ini diketahui bahwa tidak ada perkawinan diluar hukum masing masing agama dan kepercayaan. Hal ini senada dengan pasal dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Pasal 4 berbunyi “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan”. Kemudian di dalam pasal 40 KHI dikatakan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita dengan keadaan tertentu salah satunya adalah terdapat pada poin c yaitu seorang Wanita yang tidak beragama Islam.
Baca juga: Mengenal Hukum Perkawinan Islam di Indonesia
Maka dari itu, dapat diketahui bahwa melakukan praktik nikah beda agama ini diaharuskan sama keyakinan atau dalam artian lain tidak berbeda agama. Karena hal ini merujuk kepada aturan negara agar tidak terjadi berbagai macam hambatan bahkan penyelewengan agama. Karena sudah jelas pula di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan beda agama tidk boleh dilaksanakan dan tidak sah. Kecuali salah satu pihak di antara pasangan yang melangsungkan pernikahan bisa mengikuti agama pasangannya. Jika hal tersebut dapat dilaksanakan maka secara negara pasangan tersebuyt sah dan dapat dicatat keabsahannya oleh Lembaga yang berwenang dengan merujuk Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Perkawinan.
- Akibat Hukum Pernikahan Beda Agama
Jika merujuk kepada Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 huruf f UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 bahwa status perkawinan lebih menitik beratkan terhadap agama daripaada masing-masing pasangan dalam hal keabsahan nikah beda agama. Karean adari agama-agama yang diakui di Indonesia hamper semua melarang adanya prkatik pernikahan beda agama tersebut. Maka dari itu dengan merujuk kepada UU tersebut dan aturan-aturan dalam hukum agama-agama yang ada di Indonesia perkawinan tidak sah.
Kemudian menaganalisis status hukum daripada anak yang lahir daripada hasil pernikahan beda agama, jika merujuk kepada Kompilasi Hukum Islam Pasal 99 menyatakan bahwa keabsahan seorang anak yang lahir dari suatu perniakhan ditentukan daripada keabsahan pernikannya. Maka dari itu betdasarkan analisis terhadap beberapa sumber sudah jelas bahwa anak yang lahir daripada pernikahan beda agama tersebut tidak sah, karena lahir dari pernikahan yang tidak sah pula atau dalam kata lain lahir di luar nikah. Akan tetapai di dalam Kompilasi Hukum Islam di katakana dalam Pasal 100 bahwa nasab anak yang dikatakan lahir di luar nikah maka nasab anak tersebut mengikuti nasab daripada ibunya yang melahirkan.
Baca juga: Sebenarnya Apa itu Perkawinan?
Jika melihat kepada status kependudukan atau administarsi kependudukan, perncatatan perniakahn tidak dilakukan oleh Lembaga yang berwennag yang ditunjuk pemerintah dalama melaksanakannya, karena ketiksahan tadi maka Lembaga negara tidak mencatatnya. Akan tetapi banyak terjadi pasnagan-pasangan yang melakukan pernikahan di luar negeri terkhsusus negara-negara yang melegalkan praktik pernikahan beda agama ini. Maka dengan hal ini terjadi, terdapat prosedur khusus dalam pencatatatnya.
Sampai jumpa pada konten tulisan berikutnya!
#SalamSakinahPeople
0 Comments