Hukum Perkawinan Islam di Indonesia - Berhukum Eps. 6

Semacam Jurnal - Masih membahas seputar hukum perkawinan Islam. Jika artikel sebelumnya membahas sekilas tentang hukum perkawinan Islam saja, pada kesempatan kali ini kita akan membahas bagaimana hukum perkawinan Islam yang ada di Indonesia. Maka dari itu mari kita bahas bersama-sama. Bagi teman-teman yang belum membaca artikel sebelumnya silakan klik ini.

Ilustrasi

Hukum perkawinan Islam di Indonesia tidak akan terlepas dari adanya Undang-Undang Perkawinan yang merupakan segala bentuk aturan yang dapat dijadikan petunjuk atau pedoman khususnya bagi umat Islam yang ada di Indonesia dalam hal perkawinan, selain dari pada itu UU Perkawinan bisa dijadikan rujukan hakim pada lembaga Pengadilan Agama yang memiliki kewenangan dalam memeriksa serta memutus berbagai perkara perkawinan.

Dikutip dari buku karya Amir Syarifuddin bahwa terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur perkawinan yang telah di tetapkan di Indonesia yaitu:

  • Undang-Undang No. 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Tanggal 21 November 1946 No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di seluruh daerah Luar Jawa dan Madura. Sebagaimana bunyinya UU ini hanya mengatur tata cara pencatatan nikah, talak dan rujuk, tidak materi perkawinan secara keseluruhan. Oleh karena itu, tidak dibicarakan dalam bahasan ini.
  • Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang merupakan hukum materiil dari perkawinan, dengan sedikit menyinggung acaranya.
  • Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No, 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan. PP ini hanya memuat pelaksanaan dari beberapa ketentuan yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974.
  • Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sebagian dari materi undang-undang ini memuat aturan yang berkenaan dengan tata cara (hukum formil)  penyelesaian sengketa perkawinan di Pengadilan Agama.

Selain diatur di dalam Undang-Undang, terdapat sumber hukum berikutnya yaitu KHI atau Kompilasi Hukum Islam. Masih mengutip dari buku karya Amir Syarifuddin, di dalam bukunya dikatakan KHI hadir dengen beberapa alasan di antaranya sebagai berikut:

  • Sebelum lahirnya UU Perkawinan, perkawinan umat Islam di Indonesia telah diatur oleh hukum agamanya, baik sebelum kemerdekaan RI atau sesudahnya. Hukum agama yang dimaksud di sini adalah fiqh munakahat, yang kalau dilihat dari materinya berasal dari mazhab Syafi'iy, karena sebagian besar umat Islam di Indonesia secara nyata mengamalkan mazhab Syafi'iy dalam keseluruhan amaliah agamanya.
  • Dengan telah keluamya UU Perkawinan, maka UU Perkawinan itu dinyatakan berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia, yang sebagian besar adalah beragama Islam. Dengan keluarnya UU Perkawinan itu, maka berdasarkan Pasal 66, materi fiqh munakahat sejauh yang telah diatur dalam UU Perkawinan itu dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, semenjak waktu itu fiqh munakahat tidak berlaku lagi sebagai hukum positif. Namun Pasal 66 itu juga mengandung arti bahwa materi fiqh munakahat yang belum diatur oleh Perkawinan dinyatakan masih berlaku. Masih banyak materi fiqh munakahat yang selama ini dijalankan dalam mengatur perkawinan umat Islam Indonesia yang tidak diatur dalarn UU Perkawinan.
  • Dari sisi lain fiqh munakahat itu meskipun menggunakan satu mazhab tertentu yaitu Syafi'iyah, sudah ditemukan pendapat yang berbeda di kalangan ulama Syafi'iyah sendiri. Apalagi kalau diperluas keluar mazhab Syafi'iy hampir dalam seluruh materinya terdapat pandangan ulama yang berbeda. Mengeluarkan pendapat yang berbeda dalarn fatwa masih dimungkinkan, namun memutuskan perkara dengan pendapat yang berbeda sangat menyulitkan dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dirasa perlu melahirkan sebuah perangkat peraturan yang dirarnu dari pendapat fiqh yang berbeda dengan melengkapinya dengan hukum yang hidup dan secara nyata dihadapi oleh hakim di Pengadilan Agama selama ini. Materinya meskipun masih banyak mengambil dari fiqh munakahat menurut mazhab Syafi'iyah, namun telah terbuka untuk mazhab-mazhab lainnya, sehingga memudahkan mengakomodasi hukum lain yang berkembang selama ini. Dengan demikian, KHI itu adalah fiqh munakahat ditambah dan dilengkapi dengan sumber lainnya yang tidak bertentangan dengan fiqh tersebut.

Itulah sekilas mengenai bagaimana keberlakuan hukum perkawinan Islam di Indonesia dari perspektif peraturan perundang-undangan dan Kompilasi Hukum Islam. Maka dari itu, sudah sepatutnya kita paham sedikit demi sedikit tentang bagaiman hukum perkawinan Islam di negara kita sendiri di dalam mengaturnya.

Sampai jumpa pada konten tulisan berikutnya!

#SalamSakinahPeople




Post a Comment

0 Comments