Nikah Di Bawah Tangan? Bagaimana Hukumnya? (Studi Kasus) - Berhukum Eps. 11

Semacam Jurnal - Salah satu praktik pernikahan yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah nikah siri atau nikah di bawah tangan. Secara sederhana nikah siri adalah nikah yang dilakukan secara agama saja, tidak melakukan pencatatan atau pelaporan secara administrasi kepada lembaga yang berwenang yaitu Kantor Urusan Agama. Pada dasarnya, pencatatan dilakukan sebagai legalitas dari sisi hukum positif yang berlaku di Indonesia.

Ilustrasi

Istilah nikah siri atau nikah bawah tangan dalam pandangan Islam, sebenarnya tidak ada. Karena dalam Islam itu sendiri, suatu pernikahan akan sah jika telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan. Syarat nikah dalam agama hanya memperhatikan rukun dan syarat, yaitu; adanya calon kedua mempelai, danya wali dari mempelai wanita, Adanya saksi dari kedua mempelai, dan adanya ijab dan qabul. Ketika sebuah pernikahan sudah memenuhi keempat sarat diatas maka pernikahan tersebut sudah dianggap sah dari sudut pandang agama islam. Maka dari itu, ketika nikah siri terjadi dan tidak memenui keempat sarat tersebut, maka pernikahan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pernikahan yang sah. Ada juga, orang yang berpandangan mengenai nikah sirri tanpa adanya wali dari pihak wanita dengan alasan adanya ketakutan tidak direstui dari pihak wanita. Jika kita melihat kepada syarat dan rukun nikah sudah jelas bahwa pernikah tersebut tidaklah sah. Pernikahan semacam ini hanyalah hawa nafsu tanpa mementingkan syariat islam yang sudah ada.

Baca juga: Nikah Beda Agama dalam Perspektif Hukum Positif dan Islam

Sedangkan berdasarkan pandangan undang-undang adalah meniadakan atau tidak memberlakukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2) di mana tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundnag-undangan yang berlaku. Pasal tersebut memiliki arti, bahwa setiap pernikahan yang terjadi harus dicatat dan dilaporkan kepada negara sebagai salah satu syarat administrasi negara. Secara lebih detail terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pasal 3, (1) “Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan dilangsungkan” (2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan (3) Pengecualian dalam yang tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting diberikan oleh camat (atas nama) bupati kepala daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, suatu pernikahan yang terjadi tanpa melibatkan negara yang berwenang adalah hal yang terlarang.

Ilustrasi

Banyak sekali akibat dari adanya nikah siri yang lebih dominan atau lebih banyak dirasakan oleh pihak perempuan. Ada beberapa faktor yang melatarbelaknagi terjadinya pernikahan siri di anranya; faktor ekonomi, Terdapat beberapa solusi dalam mencegah terjadinya pernikahn siri yang kian marak yaitu adanya sosialisasi dan sanksi tegas dari pihak yang berwenang yang tentu saja didasarkan pada hukum-hukum yang berlaku.

Baca juga: Hukum, Tujuan, dan Hikmah Perkawinan 

Lantas, jika pernikahan siri terlanjur terjadi bisa dilakukan isbat nikah kepengadilan sesuai dengan priosedur yang telah dilakukan sebagai proses permohonannya, kemudian bisa dilakukan pernikahan ulang kembali dengan adanya pencatatan atau berupa pelaporan kepada pihak yang berwenang yaitu Kantor Urusan Agama (KUA). Sangat dikhawatirkan terhadap anak yang lahir hasil dari pernikahan siri ini, karena akan mendapatkan permasalahan secara hukum, seperti tidak diakui sebagai anak karena lahir dengan status di luar nikah walaupun solusi pernikahan ulang dilakukan kembali. Maka dari itu sebisa mungkin praktik pernikahan siri ini tidak terjadi lagi.

Maka dari itu sebaiknya nikah siri tidak dilaksanakan karena terdapat beberapa permasalahan yang bisa timbul pasca pernikahan tersebut, walaupun secara agama Islam memang sah selama memenuhi syarat dan rukun pernikahan yang sudah ditetapkan oleh syari'at. Perlu diingat bahawa legalitas pernikahan di mata hukum itu sangat penting, oleh karena itu selain harus memperhatikan secara agama, secara hukum positif pun sama pentingnya.

Baca juga: Pernikahan Dini dalam Kacamata Hukum

Sampai jumpa pada konten tulisan berikutnya!

#SalamSakinahPeople

Post a Comment

0 Comments