Hukum, Tujuan, dan Hikmah Perkawinan - Berhukum Eps. 8

Semacam Jurnal - Bismillah mari kita lanjutkan konten tulisan terkait hukum perkawinan ini. Sekarang kita akan membahas sedikit terkait hukum, tujuan dan hikmah dari dilaksankannya sebuah perkawinan. Yuk sama-sama kita simak.

Ilustrasi

  • Hukum Perkawinan

Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakzn akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukzn sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka dapat dikatakan bahwa hükum asal dari perkawirıan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat kepada sifatnya sebagai sunnah Allah dan sunnah Rasuly tentu tidak mungkin dikatakan bahwa hukum asal perkawinan itu hanya semata mubah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa melangsungkan akad perkawinan diperintahkan oleh agama dan dengan telah berlangsungnya akad perkawinan itu, maka pergaulan laki-laki dengan perempuan menjadi mubah.

Perkawinan adalah suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah dan juga diperintahkan oleh Nabi. Banyak sekali perintah Allah dalam Al-Qur'an untuk melaksanakan perkawinan. Di antaranya firman-Nya dalam surat an-Nur ayat 32:

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Selain itu dikatakan dalam sebuah hadits dari Ahmad dan disahkan oleh Ibnu Hibban bahwa, "Kawinilah perempuan-perempuan yang dicintai yang subur, karena sesungguhnya aku akan berbangga karena banyak kaum di hari kiamat."

Dalam merinci hukum menurut perbedaan keadaan dan orang tertentu itu berbeda pula pandangan ulama. Ulama Syafi'iyah secara rinci menyatakan hukum perkawinan itu dengan melihat keadaan orang-orang tertentu, sebagai berikut:

Sunnah bagi orang-orang yang telah berkeinginan untuk kawin, telah pantas untuk kawin dan dia telah mempunyai perlengkapan untuk melangsungkan perkawinan.

Makruh bagi orang-orang yang belum pantas untuk kawin, belum berkeinginan untuk kawin, sedangkan perbekalan untuk perkawinan juga belum ada. Begitu pula ia telah mempunyai perlengkapan untuk perkawinan, namun fisiknya mengalami cacat, seperti imampoten, berpenyakitan tetap, tua bangka, dan kekurangan fisik Iainnya. ( Al-Mahalliy, 206)

Ulama Hanafiyah menambahkan hukum secara khusus bagi keadaan dan orang tertentu sebagai berikut:

Wajib bagi orang-orang yang telah pantas untuk kawin, berkeinginan untuk kawin dan memiliki perlengkapan untuk kawin, ia takut akan terjerumus berbuat zina jika la tidak kawin.

Makruh bagi orang pada dasarnya mampu melakukan perkawinan namun ia merasa akan berbuat curang dalam perkawinannya itu.

Ulama Iain menambahkan hukum perkawinan secara khusus untuk keadaan dan orang tertentu sebagai berikut:

Haram bagi orang-orang yang tidak akan dapat memenuhi ketentuan syara ' untuk melakukan perkawinan atau ia yakin perkawinan itu tidak akan mencapai tujuan syara', sedangkan dia meyakini perkawinan itu akan merusak kehidupan pasangannya.

Mubah bagi orang-orang yang pada dasarnya belum ada dorongan untuk kawin dan perkawinan itu tidak akan mendatangkan kemudaratan apa-apa kepada siapa pun.

Ilustrasi

  • Tujuan Perkawinan 

Ada beberapa tujuan dari disyariatkannya perkawinan atas umat Islam. Di antaranya adalah:

Untuk mendapatkan anak keturunan yang sah bagi melanjutkan generasi yang akan datang. Hal ini terlihat dari isyarat surat An-Nisa ayat 1:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Keinginan untuk melanjutkan keturunan merupakan naluri atau garizah umat manusia bahkan juga garizah bagi makhluk hidup yang diciptakan Allah. Untuk maksud itu Allah menciptakan bagi manusia nafsu syahwat yang dapat mendorongnya untuk mencari pasangan hidupnya untuk menyalurkan nafsu syahwat tersebut. Untuk memberi saluran yang sah dan legal bagi penyaluran nafsu syahwat tersebut adalah melalui lembaga perkawinan.

Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang. Hal ini terlihat dari firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Penyaluran nafsu syahwat untuk menjarnin kelangsungan hidup umat manusia dapat saja ditempuh melalui jalur luar perkawinan, namun dalam mendapatkan ketenangan dalam hidup bersama suarni istri itu tidak mungkin didapatkan kecuali melalui jalur perkawinan.

Ilustrasi

  • Hikmah Perkawinan

Adapun di antara hikmah yang dapat ditemukan dalam perkawinan itu adalah menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diizinkan syara' dan menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh Nabi dalam hadisnya yang muttafaq alaih yang berasal dari Abdullah ibn Mas'ud, ucapan Nabi:

"Wahai para pemuda, siapa di antara kamu yang telah mempunyai kemampuan untuk kawin, maka kawinlah, karena perkawinan itu lebih menghalangi penglihatan (dari maksiat)  dan lebih menjaga kehormatan (dari kerusakan seksual). Siapa yang belum mampu hendaklah berpuasa, karena puasa itu baginya akan mengekang syahwat."

Sampai jumpa pada konten tulisan berikutnya!

#SalamSakinahPeople

Post a Comment

0 Comments