![]() |
Cover Buku |
- Identitas Buku:
- Sebuah Sinopsis:
Sosok Pierre Andries Tendean kerap disebut setiap harinya, entah sebagai nama jalan, gedung, atau simbol militer. Kisah-kisah hidupnya berseliweran di blog dunia maya, baik yang berbasis fakta maupun kisah-kisah fiksi semata. Sesungguhnya sosok asli si pemilik nama jarang diungkap lebih detail dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965, Pierre berpangkat letnan satu, pangkat yang rendah bila dibandingkan dengan enam kompatriotnya yang gugur waktu itu. Pierre gugur saat menjabat sebagai ajudan Menko Hankam/Kasab Jenderal Abdul Haris Nasution.
![]() |
Cover Buku |
Setelah 54 tahun, sebuah buku akan menjadi jawaban siapa sosok Pierre sebenarnya. Buku yang mengulas lebih dalam tentang "Si Tampan dari Bumi Panorama" ini. Kisah karier, keluarga, cinta dan patriotisme pemuda keturunan Prancis-Minahasa ini amat menarik untuk diikuti. Pierre adalah patriot negeri ini yang menghindari hidup nyaman, tenang, dan jauh dari kesulitan, Pierre telah memilih jalan pedang, jalan yang sulit dilewati dalam berbagai episode hidupnya hingga ajal menjemput. Pierre adalah sebuah kisah sejarah yang harus menjadi pelajaran bagi setiap generasi di negeri ini.
***
- Saatnya Mengulas:
Sedikit bercerita sebelum akhirnya meminang salah satu buku biografi ini. Berawal dari film Pengkhianatan G30S/PKI yang ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta, sesekali sambil memegang hp untuk mencari nama-nama tokoh pahlawan yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Di antara jenderal yang gugur dalam peristiwa tersebut ada satu sosok lelaki muda dan yang paling muda di antara jenderal yang gugur yaitu Pierre Tendean. Inilah awal dari ketertarikan saya untuk menggali berbagai fakta dan kisah dari sosok beliau. Pada akhirnya dipertemukan lah oleh mesin pencarian dengan sebuah buku yang pertama kali diluncurkan tahun 2019 oleh KOMPAS, pada saat itu ada niat untuk beli tapi tidak ada budget untuk membelinya maka dari itu hanya bermodal macam-macam informasi yang disediakan google saja saya mencoba membaca tentang sosok Pierre Tendean.
Waktupun berjalan dan saya menemukan buku Sang Patriot ini di iPusnas sebuah e-library yang menyediakan berbagai buku versi elektronik/digital. Dari sanalah saya coba membaca buku ini, tapi tidak sampai beres karena durasi peminjaman e-book terlalu singkat bagi saya. Sampailah pada bulan Februari 2022 akhirnya bisa meminang buku ini secara fisik.
Hal yang pertama akan pembaca lalui adalah mengarungi masa-masa sebelum Pierre Tendean mengabdi sebagai tentara, tergambar sebuah keluarga yang hangat penuh kedisiplinan dan saling melengkapi, itulah keluarga Tendean yang bisa saya gambarkan. Buku ini saya ibaratkan sebuah bangunan Museum Pierre Tendean dan saya diajak untuk berkeliling selama 384 halaman. Begitu detailnya dengan narasumber yang amat luar biasa, bisa menceritakan kembali berbagai peristiwa yang pernah dilalui Pierre Tendean semasa hidup.
![]() |
Dokumentasi |
Buku ini sangat menguras emosi, semua jenis emosi akan tertuang lewat buku ini. Saya pribadi baru pertama kali membaca buku biografi secara lengkap atau utuh karena sangat menarik untuk di baca. Beragam fakta sejarah dituangkan dalam buku ini. Tidak hanya diceritakan bagaimana sosok pribadi Pierre Tendean saja, buku ini membawa para pembaca kepada peristiwa-peristiwa penting yang pernah hinggap dalam kehidupan beliau seperti peristiwa penyebab gugur beliau yaitu G30S/PKI, peristiwa kenegaraan Dwikora, dan beberapa peristiwa lain yang saya rasa cukup detail dan mudah dipahami. Dan bahkan mungkin semua orang akan menyangka bagaimana jika sosok Pierre Tendean ini dibuatkan sebuah museum dan kurang lebih akan sama halnya dengan buku ini.
Penulis begitu apik dalam menyusun dan merangkai paragraf dalam buku tersebut dengan bahasa yang begitu mudah dipahami. Berbagai dokumentasi berwarna hitam putih yang menambah suasana masa lalu yang begitu nyata, tim penyusun sajikan dengan rapi dan tertata. Pasti setiap pembaca akan merasakan hal yang sama. Mungkin sebagian dari pembaca yang sempat menonton film Pengkhianatan G30S/PKI akan membayangkan hal yang sama ketika membaca, yaitu dalam setiap peristiwa sejarah yang disajikan dalam buku tersebut akan terviasualisasikan lewat film tersebut melalui ingatan.
Banyak sekali hal yang dapat diambil dari seorang pahlawan bernama Pierre Tendean yaitu jiwa patriotisme dan nasionalisme yang tinggi. Dalam sebuah kesempatan seorang Pierre yang mengalir dalam tubuhnya darah Belanda-Prancis hampir sering diledeki sebagai seorang "Indo/Londo," beliau tidak ambil diam saja bahkan sontak langsung menegur orang-orang tersebut dengan perkataan berikut,
"Jangan macam-macam. Mungkin rasa kebangsaanku lebih tebal dibandingkan anda yang mengaku asli Indonesia." Hal. 73
Maka tidak heran sosok Pierre yang memiliki nasionalisme tinggi itu akan terus dikenang oleh banyak orang. Tidak lupa dengan sikap kesetiakawanan yang sudah tertanam dalam kehidupannya. Terbukti dengan cerita dari teman-teman satu angkatan beliau semasa pendidikan di ATEKAD Bandung dan masa dinas di beberapa kota, tapi saat ini sosok beliau hanya bisa kita kenang lewat sejarah.
![]() |
Dokumentasi |
Gugurnya Pierre Tendean begitu menyisakan luka terlebih pada sosok ibu Maria yang menerima kenyataan anaknya harus gugur dalam mempertahankan NKRI. Dalam sebuah artikel yang dikutip dari buku tersebut terdapat sebuah kutipan yang ditulis oleh Victor seorang jurnalis Sinar Harapan yang pada saat itu ia sudah membuat janji dengan Pierre untuk bisa memotret Jendral Nasution, tetapi takdir berbalik dengan rencana semua berubah. Pada sebuah artikel tersebutlah Victor mencoba menuliskan ceritanya dan salah satu kutipan paling berkesan adalah,
"Janjinya kepada kami belum terpenuhi , tapi janji bakti untuk kehormatan Tanah Air bangsanya telah tertunaikan dengan baik sekali." Hal. 187
Di antara keluarga inti yang Pierre tinggalkan, ada sosok ibu yang sangat sulit bisa melupakan peristiwa kehilangan satu-satunya anak lelaki yang sangat ia cintainya tersebut. Bahkan dalam buku tersebut menceritakan kebiasaan ibu Maria yang selalu menyempatkan pergi ke Jakarta dari Semarang untuk sekedar berziarah ke tempat peristirahatan terakhir Pierre setiap seminggu sekali dan pada jam malam. Dalam sebuah kesempatan, bu Maria pergi berziarah ditemani dengan rintik hujan saat malam kala itu di atas pemakaman dan ia berbisik,
"Pierre, wear bent je nu minjn jongen," (Pierre, di mana engkau sekarang, anakku Kau tahu ibu ada di sini). Hal. 284
***
Sepertinya tidak akan cukup untuk mengulas lebih lanjut isi buku ini, tapi saya sangat merekomendasikan buku biografi ini untuk dibaca oleh kalian yang berlabuh dalam blog ini. Karena sosok Pierre Tendean ini haruslah menjadi cerminan bagi anak muda Indonesia masa kini, banyak sekali sikap teladan yang harus dimiliki oleh kalangan muda. Rangkuman demi rangkuman dari tiap sejarah bisa kita lahap dengan begitu mengagumkan dan takjub bagi mereka khususnya para pahlawan yang gugur demi mempertahankan NKRI pada peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Teruntuk Kapten Pierre Andries Tendean, jasamu abadi.
0 Comments