Semacam Jurnal - Perkawinan anak di bawah umur merupakan isu yang kompleks dan berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan, pendidikan, dan perlindungan hak asasi anak. Dalam perspektif hukum Indonesia, praktek ini bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.
- Batas Usia Perkawinan dalam Hukum Indonesia
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menetapkan bahwa batas usia minimum untuk menikah adalah 19 tahun baik bagi laki-laki maupun perempuan. Penetapan batas usia ini bertujuan untuk melindungi anak dari dampak negatif perkawinan dini, seperti risiko kesehatan reproduksi, putus sekolah, dan kemiskinan.
Namun, terdapat pengecualian melalui dispensasi yang dapat diberikan oleh pengadilan agama atau pengadilan negeri apabila terdapat alasan mendesak disertai bukti yang cukup. Meski demikian, mekanisme dispensasi ini sering kali menjadi celah hukum yang mempermudah terjadinya perkawinan anak.
- Perlindungan Anak dalam Perspektif Hukum
Undang-Undang Perlindungan Anak menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan perbuatan yang membahayakan. Perkawinan anak sering kali mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak tersebut, seperti:
- Kesehatan Reproduksi: Anak yang menikah dini berisiko tinggi mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan. Hal ini bertentangan dengan Pasal 4 UU Perlindungan Anak yang menjamin hak anak atas kesehatan.
- Hak atas Pendidikan: Perkawinan anak sering menyebabkan putus sekolah, sehingga melanggar Pasal 9 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan.
- Eksploitasi Ekonomi dan Kekerasan Rumah Tangga: Anak yang menikah dini rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau eksploitasi ekonomi karena kurangnya kemandirian.
- Implikasi Hukum Perkawinan Anak
Pidana bagi Pelaku Perkawinan Anak
Undang-Undang Perlindungan Anak menetapkan ancaman pidana bagi pihak-pihak yang dengan sengaja melakukan tindakan yang melanggar hak anak. Jika perkawinan anak dilakukan dengan cara yang melibatkan eksploitasi, maka pihak yang bertanggung jawab dapat dijerat Pasal 76F dan Pasal 81-82 UU Perlindungan Anak.Pembatalan Perkawinan
Perkawinan anak yang dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat sah menurut hukum dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (sebelum perubahan) atau Pasal 53 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.Perlindungan Hak Anak Pasca Perkawinan
Apabila perkawinan anak tetap terjadi, negara melalui dinas terkait wajib memastikan hak-hak anak tetap terlindungi. Pemerintah juga didorong untuk memberikan akses layanan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial bagi anak yang terlibat dalam perkawinan.
- Upaya Pencegahan Perkawinan Anak
Untuk mengurangi prevalensi perkawinan anak, beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi:
- Edukasi dan Sosialisasi: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya perkawinan dini melalui kampanye publik.
- Pengetatan Dispensasi: Memperketat pemberian dispensasi nikah agar hanya diberikan dalam situasi yang benar-benar darurat.
- Penguatan Peran Pemerintah dan Masyarakat: Melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, tokoh agama, dan lembaga masyarakat dalam pencegahan perkawinan anak.
Perkawinan anak di bawah umur memiliki implikasi hukum yang signifikan, baik bagi pelaku maupun korban. Dalam perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak, praktek ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perlindungan hak anak. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius dan terkoordinasi dari berbagai pihak untuk mencegah perkawinan anak dan memastikan hak-hak anak terlindungi. Dengan demikian, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan amanat konstitusi.
Enjoy with my content,
And be yourself.
-Pijri Paijar-
0 Comments